MENJADILAH POSITIF MAKA ANDA AKAN BAHAGIA

A. Sungguh pertolongan Allah swt itu dekat.
Cobaan adalah sebuah keniscayaan. Kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa melalui berbagai rintangan. Demikianlah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt. Dalam QS al-Baqarah [2: 214].
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”
Lihatlah betapa ayat di atas menyatakan pada bagian pamungkasnya bahwa “pertolongan Allah itu amat dekat”.  Kita cukupkan ini sebagai sebuah pemberitahuan nyata dari yang Maha Mennepati janji bahwa sungguh pertolongan-Nya memang amatlah dekat. Akan tetapi kadang kita sering terlupakan dengan pemberitahuan tersebut. Kita sering kali menanggapi bahwa segala cobaan yang kita hadapi adalah sesuatu yang “negatif”.
Ketika cobaan datang, lalu ditanggapi dengan tindakan negatif, maka kesengsaraan akan menerpa kehidupan. Sebaliknya ketika musibah menyapa dan diolah dengan manajemen positif, niscaya kebahagiaan akan menghampiri.

B. Bukankah dibalik segala kesulitan ada kemudahan?
Ketika kita sedang sakit mata, misalnya, kita mungkin sedikit marah. Marah kita “kenapa sih nih mata pake sakit lagi, padahal ana kan sedang dikejar deadline?” padahal sesungguhnya kita harus bersyukur terhadap segala sesuatu yang diberikan oleh Allah swt. sebagaimana yang dimaklumkan-Nya pada Surat Ibrahim [QS. 14:7].
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kata teman saya “bersyukurlah antum masih diberi sakit mata, dengan sakit mata kan antum sadar bahwa mata antum itu ada”. Saya membatin “benar juga ya”. Ini adalah sikap positif kita terhadap segala hal yang diberikan oleh Allah swt. dengan sikap ini kita akan lebih mengintrospesi diri untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik.
Kita perlu bersyukur dengan diberikannya penyakit pada tubuh kita. Bukankah justru kebanyakan yang meninggal dunia itu adalah mereka yang sehat? Penghujung tahun 2004 yang lalu Aceh dan Sumatera Utara diguncang gempa dan badai sunami. Ribuan orang meninggal seketika. Bukankah kebanyakan mereka adalah orang yang sehat? Kecelakaan sebuah maskapai penerbangan nasional beberapa waktu yang lalu juga menyebabkan banyak orang kehilangan nyawa dalam waktu sekejap. Bukankah mereka yang sedang melakukan perjalanan dengan pesawat tersebut adalah mereka yang segar bugar? Belum lagi berbagai berita media massa yang mengabarkan barbagai kecelakaan dan perang yang juga menewaskan banyak jiwa manusia. Tidakkah mayoritas dari mereka adalah orang-orang yang tidak sakit? Maka bersyukurlah dengan sakit, karena mungkin Allah Yang Maha Bijaksana itu telah memberikan kebijaksanaan-Nya kepada kita untuk dapat sedikit lagi hidup guna memperbaiki kesalahan yang telah kita lakukan. Sungguh Maha Benar Allah yang telah berfirman dalam QS Alam Nasyra [94:6].
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Maka bersyukurlah atas segala yang telah kita terima. Bersyukur, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah, akan menambah nikmat. Tidak ada orang yang bersyukur memiliki wajah yang “manyun”! Wajah cerah akan membuat orang lain bahagia. Kebahagiaan orang lain akan, secara tidak langsung, berimbas kepada kebahagiaan kita juga.

C. Berlakulah positif dalam segala hal!
Rasulullah selalu mengajarkan kita untuk selalu berfikir, bekata, dan bertindak positif. Fikiran kita harus ditujukan kepada yang positif. Maka kita dilarang untuk berprasangka buruk terhadap berbagai hal “kurang baik” yang kita hadapi sehari hari.
 إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث ولا تجسسوا ولا تحسسوا ولا تباغضوا وكونوا إخوانا ...[1]
“Hindarilah berburuk sangka, sesungguhnya buruk sangka itu adalah perkataan yang paling dusta dan janganlah kalian saling curiga (mencari kasalahan orang lain) dan jnganlah kalian memata-matai dan janganlah kalian saling membenci, dan jadilah kalian itu sebagai saudara,...”
Bukankah berburuk sangka adalah fikiran negatif? Jangankan untuk bertindak negatif, berfikir negatif saja sudah dilarang oleh Rasulullah saw. Maka dari itu, kalimat yang baik adalah ungkapan yang selalu Rasulullah anjurkan kepada ummatnya.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ[2]
“Sesungguhnya hamba yang berbicara dengan kalimat yang disukai oleh Allah swt. niscaya Allah swt. akan mengangkatnya beberapa derajat di surga. Dan sesungguhnya hamba yang berbicara dengan kalimat yang dibenci oleh Allah swt. niscaya akan dijerumuskan ke dalam neraka jahannam.
Rasulullah saw. sering kali mengingatkan para sahabat untuk berkata dan berbuat baik kepada sesama manusia. Salah satu contoh adalah kisah tentang seorang sahabat yang menanyakan tentang apa yang harus dilakukan. Beliau bersabda:
ائتِ المعروفَ واجتنبِ المنكرَ وانظرْ ما يُعْجِبُ أُذُنَك أن يقول لك القوم إذا أنت قمت من عندهم فَأْتِهِ وانظر الذى تكره أن يقول لك القوم إذا قمت من عندهم فاجتَنِبْهُ[3]
“lakukanlah kebaikan dan hindarilah kemungkaran. Perhatikanlah apa yang senang didengar oleh telingamu tentang ucapan orang banyak setelah kamu meninggalkan mereka, maka ucapkanlah itu. Perhatikan pula apa yang tidak senang didengar telingamu tentang ucapan orang banyak setelah kamu meninggalkan mereka, maka tinggalkanlah perkataan itu”.
Perhatikanlah bagaimana perintah Rasulullah saw. tersebut di atas untuk selalu berbuat dan berkata dengan baik. Rasulullah saw. juga memberikan tips jitu mengetahui apakah perkataan kita itu baik atau tidak yakni dengan memperhatikan komentar orang tentang ucapan kita. Jika telinga kita senang mendengar komentar tersebut, lakukan. Jika telinga kita malah tambah merah , ya ...tinggalkan dong!
Bahkan ketika kita tidak mampu mengutarakan hal-hal yang positif pun Rasulullah memberikan saran kepada kita untuk mingkem alias “diam aja deh!”
...ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت[4]
“...dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata yang positif atau (jika tak mampu) diam.”

D. Berkaryalah! Allah akan mengubah orang-orang yang berkarya.
Segala sesuatu yang belum kita raih hari ini, selagi ia masih berbentuk materi, akan bisa kita raih kembali esok hari dengan kerja keras. Tetapi tidak halnya jika kita kehilangan waktu. Benda berharga ini tak bisa kita raih kembali.
Maka demi masa, Allah bersumpah dengannya untuk memperingatkan manusia agar selalu tidak dalam kerugian. Selengkapnya surat al-Ashr [103:1-3] ini berbunyi sebagai berikut:
1.      Demi masa.
2.      Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3.      Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Secara bahasa kata al-ashr memiliki akar kata yang berarti memeras.[5] Arti ini mengindikasikan kepada kita bahwa untuk mendapatkan sesuatu memang harus bekerja keras. Surat ini kemudian ditafsirkan secara cantik oleh Quraish Shihab sebagi berikut:[6]
“Demi ‘ashr (waktu) semua manusia berada dalam wadah kerugian. “kerugiannya adalah karena tidak menggunakan ‘ashr, dan kerugian tersbut seringkali disadari pada waktu asar (menjelang terbenamnya matahari). Adapun yang terhindar gari kerugian, menurut al-Qur’an, adalah mereka yang memenuhi empat kriteria: pertama, yang mengenal kebenaran (a>manu>); kedua, yang mengamalkan kebenaran (‘a>milu> al-sha>liha>t); ketiga, yang ajar-mengajar menyangkut kebenaran (tawa>shau bi al-haq); keempat, yang sabar dan tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran (tawa>shau bi al-shabr).”
Maka, benarlah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. bahwa setiap manusia hendaknya menjaga lima perkara, sebagaimana yang tertuang dalam sabdanya:
اغتنم خمسا قبل خمس : شبابك قبل هرمك و صحتك قبل سقمك و غناك قبل فقرك و فراغك قبل شغلك و حياتك قبل موتك[7]
“Jagalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara (yang lain): masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum engkau sakit, masa kayamu sebelum engkau (jatuh) miskin, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan Hidupmu sebelum matimu”.
Berbagahialah bagi mereka yang bisa menjaga lima perkara ini. Mereka yang sukses adalah mereka yang mengisi masa mudanya dengan segala kegiatan yang positif, bisa memelihara keadaan sehatnya, memanfaatkan kekayaan mereka untuk berbagai hal yang baik, selalu mengisi waktu kosong dengan aktifitas yang membangun otot dan otak, dan menggunakan waktu hidup mereka selalu dalam keadaan beriman dan beramal shaleh. Bagi mereka sungguh Allah akan membentangkan berbagai perubahan yang positif pula.


[1] Hadis ini diriwayatkan melalui jalur Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari (5/1976) hadis ke-4849
[2] Diriwayatkan melalui jalur Abu Hurairah dalam kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal (18/166) dan Shahih Bukhari (5/2377)
[3] Hadis ini diriwayatkan melalui jalur Harmalah pada al-Adab al-Mufrad karya Imam al-Bukhari (1/87) hadis no. 222. Al-Albani mengomentari bahwa hadis ini dla’if (lemah) namun esensi hadis ini masih dapat digunakan sebagai hujjah.
[4] Diriwayatkan melalui jalur Abu Syuraih al-Ka’biy dalam Shahih Bukhari (5/2272) hadis ke-5784 dan melalui Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari (5/2273) hadis ke-5785
[5] Kamus al-munawwir h. 936
[6] M. Quraish Shihab, Lentera Hati, h. 146
[7] Hadis ini diriwayatkan melalui jalur Ibnu ‘Abbas dalam al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain li al-Hakim (6/329) hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim namun mereka tidak meriwayatkannya. Al-Zahahabiy berkomentar bahwa hadis ini shahih

Comments (0)

Posting Komentar